Energi Bersih dan Terbarukan

SDGS NO 7

25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), para pemimpin dunia secara resmi mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai kesepakatan pembangunan global. Kurang lebih 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla turut mengesahkan Agenda SDGs. Dengan mengusung tema "Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan", SDGs yang berisi 17 Tujuan dan 169 Target merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030)

Sdgs no 7: Energi Bersih dan Terjangkau Energi merupakan kebutuhan mendasar yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, strategi penyediaan serta distribusinya menjadi hal yang penting. Kebutuhan energi akan terus meningkat karena jumlah penduduk juga terus meningkat. Dan karena sumber energi yang umum digunakan seperti minyak bumi, batu bara, dan gas alam jumlahnya terbatas. Maka jalan alternatif untuk memenuhi kebutuhan energi harus diupayakan. Memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan modern bagi semua

TARGET

Pembangunan ekonomi yang infklusif adalah cara paling efektif untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Tetapi sebagian besar kegiatan ekonomi mustahil dilakukan tanpa tersedianya energi modern yang cukup, handal, dan memiliki harga yang kompetitif. Energi dan cara menggunakannya harus efisien, berkelanjutan dan sebisa mungkin terbarukan. Dalam 20 tahun terakhir, beberapa negara telah melakukan langkah besar dalam mengurangi intensitas energi. Apabila semua teknologi efisiensi energi yang tersedia saat ini diterapkan, konsumsi energi secara signifikan bisa dipangkas menjadi sekitar sepertiga. Namun hanya sebagian kecil dari potensi ini yang terealisasi. Melalui kombinasi beberapa teknologi efisiensi energi, desain bangunan yang baik, dan teknologi atap terbarukan yang baru, gedung zero net energy sudah bisa dibangun. Dalam banyak kasus, gedung-gedung tersebut menghasilkan tenaga matahari yang dialirkan ke dalam jaringan untuk dipakai pihak lain. Tentunya selain efisiensi energi, reformasi kebijakan dan penghapusan subsidi, perlu juga memastikan bahwa negara-negara beralih dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan. Kemajuan teknologi yang pesat telah menurunkan biaya energi terbarukan bagi tiap orang. Kita sekarang melihat investasi skala besar dalam energi terbarukan yang sudah umum – seperti tenaga air – juga teknologi maju seperti tenaga panas bumi, matahari dan angin. Antara tahun 2010 dan 2012, kenaikan sebesar 4 persen secara global dalam penggunaan energi terbarukan yang modern – tiga perempat disediakan oleh tenaga angin, matahari dan air.

Progress in expanding access to electricity was made in several countries, notably India, Bangladesh, and Kenya. The global population without access to electricity decreased to about 840 million in 2017 from 1.2 billion in 2010. Sub-Saharan Africa remains the region with the largest access deficit. Here, 573 million people—more than one in two—lack access to electricity. The population without access to clean cooking solutions totaled almost 3 billion in 2016 and was distributed across both Asia and Africa. Key strategies for closing this gap will include private sector financing, versatile solutions that include decentralized renewables, and efforts to both extend rural electrification and cope with urban densification. Women are disproportionately affected by indoor air pollution caused by the use of fuels such as coal and wood indoors. Barriers to the adoption of clean cooking solutions include their affordability, lack of supply, and social acceptability. According to the World Bank, 90 percent of the world's population had access to electricity as of 2018. It also noted that from the years 2010 to 2018, the global population without access to electricity went down from 1.2 billion to 789 million. An average of 136 million people had access to electricity between the years 2016 and 2018.[clarification needed] There are strong disparities among countries and regions. For example, countries that are least developed are lagging behind the global average. Estimations note that 94% of the global population should have access to electricity by 2030, without taking into account the repercussions of COVID-19. Bringing electricity to unserved populations comes with difficulty including affordability, reliability and the cost of deploying final solutions.This is particularly applicable in low income, remote or conflict-affected countries. Finance for energy access remains far below the investment needed to achieve SDG 7 by 2030: US$41 billion of annual investment is required to achieve universal residential electrification, but only one third, or $16 billion, was tracked by Sustainable Energy for All in 20 high-impact countries in 2018. Finance for clean cooking tripled from $48 million in 2017 to $131 million in 2018 but remains substantially below the estimated annual $4.5 billion required to achieve universal access by 2030. With only marginal year-on-year increases in commitments for energy, it is becoming increasingly clear that the financing community is failing to deliver on SDG7